Gigi Sebagai Episentrum Kehidupan

Penulis: drg. Rustan Ambo Asse, Sp.Pros
Tanggal posting: 2021-11-04

"Gigi adalah episentrum kehidupan manusia" kata Profesor Hamdan Juhanis (Rektor UIN Alauddin Makassar) dalam sebuah diskusi. Ini adalah kosakata yang teramat menggelitik bagi saya.

Gigi mengajarkan banyak hal. Setiap orang akan kehilangan kepercayaan diri dan merasa penampilan terganggu ketika dalam kondisi ompong.

Tak berhenti sampai di situ, sakit gigi dapat merebut senyum dan kebahagiaan. Orang yang penampilan wajahnya merasa terganggu biasanya terkait dengan kondisi ompong tadi, bukan hal yang lain.

Banyak orang merasa bahwa hidung pesek dan tidak mancung akan jelek kelihatan. Tapi faktanya tidak demikian, seorang yang tidak mancung dapat saja memiliki sisi ketertarikan sendiri sebagaimana jika seseorang memiliki hidung mancung dan wajah yang sedemikian menarik namun tidak memiliki gigi geligi. Percuma cantik kan jika tidak bergigi?

Gigi sebagai episentrum

Jika gigi sehat dipastikan kehidupan sosial anda akan harmonis. Jika anda sakit gigi tentu akan merasa mudah marah, terganggu pekerjaannya dan dengan demikian akan menurunkan kinerja di kantor atau apapun pekerjaan yang digeluti.

Seseorang yang memiliki kelainan bau mulut tentu akan mengganggu jika berinteraksi dengan orang lain, entah itu di kantor, di kampus, di sekolah, di mobil ataupun di tempat-tempat ibadah.

Kehilangan gigi tentu akan mengubah struktur anatomi. Perubahan anatomi dalam rongga mulut dipastikan mengakibatkan perubahan fisiologis. Kehilangan beberapa gigi saja dipastikan seseorang mengunyah makanan tidak akan optimal lagi. Terjadi perubahan suara ketika berbicara, dan penampilan menjadi terganggu.

Untuk mengembalikan fungsi-fungsi rongga mulut secara optimal, hal yang mesti dilakukan adalah mengembalikan struktur anatomi yang hilang tadi, dengan cara apa? Yaitu dengan perawatan rehabilitatif seperti pembuatan gigi tiruan.

Penting untuk diketahui, gigi tiruan ciptaan manusia sejatinya tidak akan pernah bisa menyerupai gigi yang asli. Fungsi-fungsi gigi tiruan tentu tidak bisa mengembalikan sensasi taktil jaringan periodontal atau jaringan ikat yang di dalamnya terdapat sensasi saraf dan kerja pembuluh darah. Gigi tiruan memiliki keterbatasan fisiologis ketika digunakan oleh seseorang.

Itulah sebabnya mempertahankan kondisi gigi dan mulut agar tetap utuh dan sehat jauh lebih bermanfaat dibanding menganggap hal tersebut biasa saja atau bahkan kurang penting. Kesehatan tubuh kita perlu dijaga sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi.

Kesehatan gigi dan eksistensi diri

Gigi dan mulut dianggap sebagai struktur anatomi fisiologi manusia yang paling dekat dengan seluruh aktifitas manusia sekaligus sebagai gambaran umum Personal Hygiene seseorang.

Mulai dari fungsi mengunyah, aktivitas bicara dan komunikasi. Juga aktivitas menelan, mengecap, bernafas, hingga tentang estetika penampilan kerap menjadikan kesehatan gigi sebagai prioritas yang diperhatikan.

Kondisi gigi dan mulut yang sehat bagi seseorang biasanya memberikan cerminan sejauh mana setiap orang memperhatikan kesehatan dirinya yang paling mendasar, dengan demikian perhatian terhadap kesehatan gigi cenderung memberikan jaminan bahwa orang tersebut akan lebih perhatian terhadap kesehatan dirinya secara umum.

Filosofi tentang gigi ini memberikan pemaknaan yang dalam terhadap sejauh mana setiap individu memahami bahwa menjaga kesehatan gigi sejatinya adalah bagian dari ikhtiar manusia untuk mempertahankan eksistensinya. Baik sebagai individu yang atonom, maupun sebagai mahluk sosial yang terikat satu sama yang lain.

Oleh karena itu menjaga kesehatan gigi dan mulut tidak semata mata menjadi tanggung jawab dokter gigi, tapi jauh daripada itu hakikatnya adalah tugas masing-masing individu untuk memahami bahwa tiga puluh dua gigi dewasa yang ada dalam mulut, lidah dan semua jaringan mukosa dalam mulut adalah tanggung jawab masing-masing.

Selain mendiskusikan perihal gigi sebagai episentrum kehidupan, Prof.Hamdan memberi pesan kepada kita semua bahwa wabah pandemi covid 19 selain memberikan banyak dampak negatif, di luar dari itu sesungguhnya telah memberikan dampak positif.

Stay At Home dan Work From Home ternyata berhasil mengembalikan banyak hal yang telah hilang dari diri kita selama ini. Dalam suasana bulan Ramadhan ini kepala keluarga akhirnya bisa kembali menjadi imam dalam ibadah sholat di rumah. Bisa berkumpul dan saling bercengkerama, kesibukan-kesibukan yang selama ini membentuk jarak satu sama lain kini telah terbentuk kembali.

Hal ini seolah-olah memberikan pesan kepada umat manusia untuk kembali merenung, bermunajat. Juga memastikan kembali bahwa eksistensi umat manusia pada hakikatnya adalah ketundukan. Segala sesuatu yang maha hebat di dunia ini sungguh hanyalah ketakberdayaan.

Pesan lain yang tersampaikan kepada kami bahwa menjadi dokter gigi tidaklah mudah. Selain menguasai bidang ilmunya seorang dokter dituntut untuk menjadi penyejuk jiwa bagi pasien-pasienya.

Dokter yang murah senyum tentu menjadi obat khusus bagi pasien selain obat dan perawatan yang diberikan terkait dengan penyakitnya.

Itulah pesan Prof.Hamdan, pesan yang diberikan itu mengingatkan sekeping ingatan kita tentang Film "Melawan Takdir". Tentang dirinya sebagai figur sederhana yang telah menginspirasi bagi banyak orang.